BUKU SEBAGAI SENJATA

Rizki Darmawan Blangpadang

Khairu jalisin fiz zamaani kitaabun yang artinya sebaik - baik teman duduk pada setiap waktu adalah buku. Begitulah kira - kira temanku membuka diskusi dalam forum tidak formal kami pada pagi ini. Kata bijak dalam bahasa arab itu seketika menghentak pikiranku dan mulai muncul pertanyaan2 liar di benakku. Sudahkah aku bersahabat dengan buku, apakah guna buku di era serba digital ini, bahkan sempat terpikir olehku bagaimana kalau buku dijadikan senjata dalam makna yang harfiah dan istilah.

Seperti yang ku katakan tadi, alam fikirku sering liar ketika ada hal - hal yang menurut ku penting untuk dibicarakan. Buku sebagai senjata adalah hal yang wajar untuk dibicarakan.Buku strategi perang tertua yang ada didunia ini "Sūn Zĭ Bīngfǎ" atau lebih dikenal sebagai The Art Of War (Seni Perang Sun Tzi) yang terdiri dari 13 bab dimana setiap bagian membahas strategi dan berbagai metode perang. Bukan kah buku tersebut adalah senjata yang digunakan oleh Jenderal - Jenderal Tiongkok dimasa lalu untuk memenangkan perang.

Itu dimasa lalu, apalagi dijaman sekarang yang model perang nya sudah berbeda dengan perang dimasa lalu. Sekarang perang yang sedang kita alami ialah Ghazwul Fikri atau invasi intelektual, yaitu bentuk perang pemikiran dari orang-orang yang benci dan memusuhi Islam. Perang ini adalah cara lain dari musuh-musuh Islam, dalam menghancurkan pelan-pelan tanpa disadari. Maka jangan heran ketika ada orang Islam yang dengan terang - terangan dan dengan bangganya menyerang agama nya sendiri.

Buku adalah senjata yang paling ampuh untuk menjadi senjata didalam perang ini, karena dengan ilmu pengetahuan lah kita dapat membentengi diri dan melancarkan counter attack terhadap serangan - serangan yang dilancarkan.

Maka kembali kepada tulisanku sebelumnya, marilah bermuhasabah diri dengan menguatkan pemahaman kita tentang akidah islam, agar kita tidak menjadi korban dari Ghazwul Fikri ini. 

Wallahu a’lam bish-shawab. 


EmoticonEmoticon

Arlina Design